Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

TOP MENU

Baca Ini Juga

Selagi pintu kesempatan dan pintu hidup masih di buka,maka hendak nya engkau dapat memelihara nya dengan baik. Siapa tau dalam waktu dekat,pintu ditutup kembali dan rohmu dicabut dari kerongkongan mu. Jagalah akhlakmu yg baik selagi dirimu masih bisa melakukan nya. Masukilah pintu taubat selagi masih ter buka bagimu. Jauh kan lah dirimu dari pintu-pintu yg dapatmenyebabkan dosa dan kemaksiatan. Sebab pintu2 maksiat itu senantiasa terbuka lebar bagimu. Bangkitlah dari suatu yg mersahkan dirimu,sucikanlah dirimu dari segalakotoran. Perbaikilah diri dari sesuatu yg merusak,jernihkan lah dirimu dari kekeruhan. Kendalikan lah dirimu dari kesenangan duniawi,Kembalilah pada Tuhanmu,yg telah engkau jadikan tempat kembali. Sifat malas hanya akan membuahkan sesal bagimu.karna itu,janganlah bermalas-malasan dan menunda penghambaan kepada Tuhanmu, Bersegerlah melakukan amal saleh,karna ALLAH akan memberi rahmatNYA kepada mu,baik didunia maupun di akhirat. Kembalilah kepada Allah dengan sepenuh hati. Jadikan lah do’amu sebagai pemikat,jangan berdo’a kepada Nya selagi hati dan pikiranmu sedang tidak berkonsentrasi padaNya. Kethuilah pada saatnya nanti jika kiamat telah tiba,semua manusia mengakui perbuatan nya,yg dilakukan didunia,jelek atau buruk. Engkau akan menyesal dan tiada berguna,saat itulah terjadi perhitungan amal perbuatan. Tiada yg terselipi sedikitpun,dengan engkau pun tak mampu berkelit untuk berbohong. Sekarang engkau masih blm dapat membuktikan tentang kematian, Jika saat nya nanti nyawa telah direnggut oleh malaikat Izroil,barulah engkau betapa penyesalan tiada guna. YAAAAAA….. ALLAH..BANGKITKAN LAH KAMI DARI KELALAIAN,JAGALAH KAMI DARI HATI YANG TUMPUL,YANG MENYEBABKAN DIRIKU MENJADI LALAI TERHADAPMU. Engkau berkutat dengan sesuatu yg buruk bisa mendatangkan keburukan pada dirimu sendiri. Hal itu dapat pula melenyapkan kebaikan mu. Karenanya,Berjalan lah dibawah naungan Al Qur’an dan Sunah Rosul,engkau pasti menjadi manusia selamat dan beruntung. Janganlah engkau melupakan waktumu,jangan biarkan sisa umurmu berlalu dgn sia2. Jangan engkau tenggelamkan dirimu dalam kesibukan mencari makan,berangan-angan tiggi yg tak pasti kau temukan jawaban nya. Hal yg demikian itu hanyalah menjadi penghalang bagi dirimu untuk sampai kepada Allah. Juga menghinakan kedudukanmu dihadapan Nya,dengan sebenar benarnya malu. Sesungguh ya duduk dengan tenang sambil berzikir (mengingat Allah) didalam hati merupakan akhlak orang ma’rifat (arif) merupakan perbuatan orang sidiq,yang kelak tempat nya didalam sorga. Oleh karna nya,jadilah sebagai hamba yg ridho atas takdir Nya dengan cara mendekatkan diri kepada Nya secara total. Bermunajatlah kepada Nya,karnadengan munajat,dapatlah menyingkap tabir penghalang antara dirimu dengan Tuhanmu.bertaqaruplah kepadaNya dalam hati yg hakiki. Sorga telah dijanjikan oleh Allah swt.kepada setiap hamba yg telah beriman,yg mereka bisa melihat dzatNya tanpa hijab,tanpa keraguan sedikitpun Jika dirimu beramlsemata-mata karna Allah,maka engkau akan dekat padaNya,dan Dia selalu melihatmu sebagai balasan bagimu. Janganlah engkau mencari nikmat,tetapi carilah siapa yg memberi nikmat kepadamu, Karna sesungguhnya nikmat tidak akan engkau temukan selama-lamanya,namun setelah engkau dapat menemukan pemberi nikmat,maka engkau akan mendapatkan kenikmatan yg hakiki (selama-lamanya) dunia dan akhirat. Hendaknya engkau selalu mengingat akan kematian bersabarlah dan bertawakal lah jika engkau mendapat cobaan,serahkan dirimu kepadaNya dalam setiap keadaan. Jika tiga tingkatan ini engkau miliki dengan sempurna,maka Allah akan” MENDATANGIMU” ketika ajalmu datang. Engkau akan merasakan hasil dari jerih payah sikap zuhudmu dan jerih payahmu dalam bersabar menghadapi cobaan. Engkau haruslah sabar jika sesuatu terlepas dari dirimu,Engkau senantiasa bergantung kepadaNya. Selamatkanlah jiwamu dari dunia dan akhirat,janganlah bergantung kepada dunia,bergantunglah hanya kepada Allah. Maka Allah akan memberikan rahmatNya kepadamu dari segala penjuru,jika engkau mampu memelihara jiwamu,tentu engkau akan selamat dari bujukan Syetan dan nafsumu sendiri. Laluilah pintu Tuhanmu dan tetaolah engkau disana,niscaya engkau akan mendapatkan petunjuk tentang jalan yg benar dan yg bathil. Janganlah engkau mencari sesuatu untuk menambah atau mengurangi,sebab seyiap kepastian itu telah dimiliki oleh setiap individu,takseorangpun diantaramu mmpunyai apa yg akan terjadi,dan apa kehendak Allah. Sungguh Allah telah menentukan segala sesuatu yg ditutup dengan perintah dan larangan agar hukum2 Allah itu berlaku bagi segenap manusia. Jika engkau telah berbuat kilaf atau sengaja berbuat salah,maka segeralah kembali kepadaNya dengan cara bertaubat. Mengapa…..? Agar kekeliruan dan kebodohanmu itu tidak meninggalkan bekas dosa,Tentusaja untuk bertaubat haruslah engkau penuhi beberapa syarat,diantaranya:menghentikan perbuatan yg salah itu dan engkau harus benar benar menyesalinya,Disamping itu engkau harus mempunyai tekad yg kuat untuk tidak mengulangi kebodohan itu lagi. Jika kesalahan dan kebodohan itu masih saja terulang,berarti taubatmu hanyalah taubat yg ’main-main’ engkau tidak sungguh-sungguh,Hal itu justru akan menambah-nambah kemurkaan Allah kepadamu.

Site Info

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net Sonic Run: Internet Search Engine SEO Stats powered by MyPagerank.Net

Selasa, 07 Agustus 2012

0 Cara Bersholawat Kepada Nabi

Sholawat Kepada Nabi dengan Cara yang Beradab

Pada zaman sahabat dahulu, mereka terbiasa memanggil Nabi dengan sebutan yang sederajat seperti memanggil kawan-kawan mereka. Panggilan yang paling popular adalah ‘Ya Muhammad, Ya Ibnu Abdullah, Ya Muhammad bin Abdullah, dan Ya Abal Qosim’ (Wahai bapak Al Qosim, menunjuk kepada putera Nabi yang tertua bernama Al Qosim). Kebiasaan memanggil nama sederajat seperti panggilan sesama teman, kemudian dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Panggilan yang diperbolehkan adalah menyertakan pangkat yang layak untuk Nabi seperti: ‘Ya Rasulullah, Ya Nabiyallah’. (Lihat surat An Nur ayat 63 dalam Tafsir Ibnu Katsir, cetakan Darul Hadist, Qohirah, Mesir jilid VI, halaman 100).

Dalam tafsir Ibnu Katsir tersebut, Muqotil bin Hayyan mengatakan tentang tafsir ayat ini: “Janganlah engkau menyebut nama Nabi Muhammad jika memanggil Beliau dengan ucapan: ‘Ya Muhammad’ dan janganlah kalian katakan: ‘Wahai anak Abdullah’, akan tetapi Agungkanlah Beliau dan panggillah oleh kamu: ‘Ya Nabiyallah, Ya Rasulullah’.”

Imam Maliki, dari Zaid bin Aslam radhiyallahu ‘anhu mengatakan tentang arti surah An Nur ayat 63 di atas: “Telah memerintahkan Allah kepada sahabat Nabi dan kaum muslimin agar mengagungkan dan memuliakan Nabi.”

Berkata Ad Dahhak dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang ayat diatas: “Dahulu para sahabat memanggil Nabi dengan panggilan ‘Ya Muhammad, Ya Abal Qosim’, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah melarang mereka dari panggilan seperti itu demi mengagungkan Nabi-Nya. Maka para sahabat memanggil Nabi dengan panggilan ‘Ya Rasulullah, Ya Nabiyallah’.” Pendapat ini juga dipegang oleh Mujahid dan Sa’id bin Jubair radhiyallahu ‘anhu.”

Setelah larangan Allah tersebut diturunkan, maka serentak seluruh sahabat Nabi meninggalkan cara menyebut atau memanggil nama Nabi seperti memanggil teman biasa, dan mereka mengubahnya menjadi ‘panggilan kehormatan’, sebagaimana yang telah diperintahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat An Nur ayat 63 tersebut: “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).....”

Meskipun keterangan di atas sudah terang dan jelas, kenyataannya di zaman modern ini, masih ada juga sekelompok orang yang sudah dianggap golongan ‘intelektual Islam’ berani dengan lancar tanpa merasa bersalah menyebut dan memanggil nama Nabi tanpa gelar kehormatan. Entah karena terlalu sering membaca buku-buku karangan orang-orang Orientalis yang memang tidak menaruh rasa hormat kepada Rasulullah atau karena malas berpanjang-panjang menyebutkan nama Nabi bersama dengan ‘gelar kebesaran’ beliau. Apalagi jika mesti menambahkan ucapan ‘Shallallahu ‘Alaihi Wasallam’ setelah menyebut nama Nabi. Padahal, semua ini sudah diperintah Allah dan RasulNya untuk diamalkan.

Adapun jika mereka dianggap tidak tahu tentang larangan pada surat An Nur ayat 63 tersebut di atas, rasanya agak sulit diterima akal, sebab mereka dikenal sebagai orang yang tergolong intelektual, bukan golongan orang-orang awam apalagi orang-orang jahil (bodoh).

Dengan melihat kenyataan ini, rasanya setiap individu muslim wajib saling ingat-mengingatkan terhadap sesama saudara kita yang mulai rajin memanggil Nabi sedemikian itu. Jika tidak demikian, maka akan semakin banyak jumlah orang yang memanggil Nabi dengan panggilan rendahan itu. Apakah pantas kita umat Islam yang mengaku pengikut Qur’an dan Sunnah kemudian memanggil Nabi kita dengan panggilan “Muhammad” saja tanpa gelar…? Sementara memanggil seorang Ketua RT saja kita menyebut Pak RT. Apalagi memanggil seorang Presiden, orang akan melekatkan bermacam-macam gelar kehormatan dan kemuliaan! Nah, bagaimana dengan memanggil seorang Rasul yang merupakan semulia-mulia makhluk ciptaan Allah....?

Rasul telah bersabda dalam hadisnya yang masyhur: “orang yang kikir adalah orang yang tidak mau bersholawat kepadaku ketika namaku disebut di dekatnya.” Sementara Allah sendiri di dalam Al Qur’an yang suci senantiasa bersholawat dengan meletakkan pangkat kebesaran Nabi ketika Allah menyebutkan nama Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Selain kebiasaan memanggil Nabi dengan ‘panggilan rendahan’ itu, akhir-akhir ini beredar juga sebuah ajaran baru yang mengatakan bahwa menyebut atau memanggil nama Nabi dengan memakai ‘gelar’ di dalam lafazh sholawat adalah suatu perbuatan bid’ah. Dan mereka dimana-mana secara tegas mengatakan bahwa semua bid’ah adalah sesat dan akan dicampakkan ke dalam neraka. Oleh karena itu mereka mengatakan bersholawat kepada Nabi cukup dengan ucapan, “Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa ‘ala ali Muhammad” saja tanpa gelar-gelar yang menunjukkan kebesaran Nabi. Padahal kalau Sholawat ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, artinya adalah: "Ya Allah berilah rahmat kepada si Muhammad dan Keluarga si Muhammad". Kurang beradab, bukan.....? Alasan mereka bershalawat seperti itu karena tidak ada didapati sepotong hadis pun dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mengajarkan bersholawat dengan menyertakan ‘gelar’ pada nama Nabi

Benarkah demikian adanya…?

Kami mencoba meneliti beberapa potong hadis dari beberapa kitab hadis dan alhamdulillah kami menemukannya. Berikut ini kami sampaikan beberapa hadis tentang sholawat yang memakai gelar saat menyebut nama Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

Dari Abu Sa’id Al Khudri ra.hu dia berkata, kami pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulallah, kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, tetapi bagaimanakah cara kami bersholawat kepadamu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Ucapkanlah oleh kamu sekalian, “Allahumma sholli ‘ala Muhammadin ‘abdika wa rasulika kama shollaita ‘ala Ibrohim..( Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepada Muhammad hamba-Mu dan Rasul-Mu sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat-Mu kepada Ibrohim..).” (Hadis Riwayat Bukhari, Bab Sholawat Atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam no.6358).
Dari Abu Hurairah ra.hu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau telah bersabda, “Barangsiapa ingin pahalanya ditimbang dengan timbangan yang lebih berat dan sempurna ketika bersholawat atas kami, dan bersholawat atas ahli bait kami, hendaklah orang itu mengucapkan sholawat seperti ini: “Allahumma sholli ‘ala Muhammadinin Nabiyyi wa azwajihi ummahatil mu’miniina wadzuriyyatihi wa ahli baitihi kama shollayta ‘ala ali Ibrohim innaka hamiidun majid” (Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepada Muhammad sang Nabi itu, juga kepada isteri-isterinya sebagai ibu-ibunya orang mu’min, kepada keturunan beliau dan keluarga beliau sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat-Mu kepada keluarga Ibrohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia).” (Hadis Riwayat Abu Dawud, Bab Sholawat Atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Dalam Sholat Setelah Tasyahhud, nomor 982).
Keterangan dua hadis di atas cukup untuk menjadi bukti bagi kita bahwa bersholawat dengan menyertakan pangkat ketika menyebut nama Nabi adalah sebuah perbuatan yang sunnah, bukan bid'ah, sebagaimana yang sering dituduhkan oleh segelintir orang di kalangan ummat Islam selama ini. Justru sholawat dengan memakai gelar telah diperintahkan oleh Nabi dalam hadis-hadis shohih, bahkan telah menjadi amalan para Sahabat, dan generasi Salafus Sholih.

Wallahu a’lam bishshowab

0 komentar:

Posting Komentar

apa tanggapan anda...?

 

Copyright © RUMAH REYOOD hitamulu.Designed by Gus Eko - 2013 - All Rights Reserved